Hal ini semakin membuktikan bahwa IQ hanya akan membuat bencana jika tidak disertai dengan EQ dan SQ. Kecerdasan tanpa dibarengi dengan budi pekerti yang luhur hanya akan digunakan untuk menindas dan membenarkan diri sendiri. Tapi berbudi pekerti luhur tanpa dibarengi dengan kecerdasan juga hanya akan menjadi bulan-bulanan bagi orang yang cerdas tak berbudi. Harus ada keseimbangan antara IQ, EQ dan SQ. Tidak habis pikir saya, kenapa ospek harus disertai dengan kekerasan. Kejadian yang terjadi di ATKP tidak ubahnya dengan ulah preman yang tak berpendidikan.
Apa tujuan ospek sebenarnya? Ospek adalah orientasi pengenalan kampus. Mengenalkan mahasiswa atau taruna pada lingkungan kampus, serta mengenalkan sistem pendidikan di perguruan tinggi, bukan untuk ajang menghajar yunior. Sulit memang menghilangkan tradisi. Kemungkinan, tradisi kekerasan di ATKP sama dengan tradisi di STPDN dimana ketika masa ospek merupakan masa balas dendam terhadap yuniornya. Senior akan membalas tindakan seniornya terdahulu terhadap yuniornya sebagai bentuk balas dendam. Kalau begini terus, maka tidak akan putus mata rantai kekerasan terhadap yunior di kampus-kampus ekslusif seperti STPDN dan ATKP. Untuk menghentikan ini, satu-satunya cara adalah kedua kampus tidak menerima siswa baru sampai seluruh siswanya yang ada sekarang lulus. Baru setelah semua siswanya lulus, taruna baru atau mahasiswa baru, dididik dengan sistem pendidikan yang baru. Hilangkan tradisi lama yang mengutamakan kekerasan dalam mengenalkan lingkungan kampus. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi di dunia pendidikan Indonesia. Untuk share di facebook, klik icon facebok tombol di bawah.
Share
0 comments:
Post a Comment